Kamis, 12 Maret 2009

GARIS-GARIS BESAR HALUAN UMAT YANG ABADI

Allah swt telah berjanji pada diri-Nya bahwa barang siapa membaca al-Qur’an, mengikuti al-Qur’an, mengamalkan apa yang ada di dalamnya, melaksanakan perintah-perintah al-Qur’an, dan menjauhi larangan-larangan al-Qur’an, niscaya orang tersebut tidak akan tersesat di dunia di saat umat manusia lain tersesat, dan tidak akan sengsara di akhirat, di hari dikala umat manusia sengsara. Sebaliknya barang siapa berpaling dari Al-Qur’an, enggan me-nghayati makna dari al-Qur’an (tadabur), membelakangi firman-firman-Nya, enggan membaca, merenungkan, dan me-ngamalkannya, maka Allah akan membuat kehidupan dunianya sempit, menjadikan dirinya rendah, merugi, dijauhkan dari rahmat Allah, dan kelak di akhirat Allah akan menjadikannya hina, mempermalukannya di depan para makhluk, dan menghukumnya. Seperti dalam firman Allah Surat Thaha ayat 124-125.
Orang yang melupakan Al-Qur’an kehidupannya sempit yaitu ditutupnya pintu pengharapan bagi dirinya oleh allah swt; juga kesenangan kesuksesan, dan ke-bahagiaan. Betapapun kekayaan, keturunannya, betapapun tinggi kedudukannya, tetapi Allah murka pada dirinya, menjadikannya hina, seolah-olah segala macam laknat ditimpakan pada wajahnya.
Oleh karena itu allah berfirman pada umat manusia, Maka apakah mereka tidak memerhatikan Al-Qur’an? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan datang dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak didalamnya. (an-Nisa’ :82)
Artinya, apakah mereka tidak merenungkan kitab yang agung ini? Jika kitab ini buatan manusia, niscaya disana terdapat banyak kekurangan, sisi-sisi negatif, dan pertentangan. Maka apa gerangan yang menghalangi mereka untuk merenungkan Kitab Allah Yang Maha Bijaksana?
Allah juga berfirman
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad : 24)
Mata hati mereka tertutup oleh kemaksiatan dan kejahatan sehinga tidak menyadari dan memahami Al-Qur’an. Dalam Firman Allah swt dalam surat Shad ayat 29 dikemukakan bahwa al-Qur’an adalah sebuah kitab yang diturunkan kepada umat manusia dengan penuh berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.
Oleh sebab itu Rasulullah saw membangkitkan semangat Al-Qur’an dalam jiwa para sahabat beliau, menjadikan mereka sebagai umat terbaik yang berjalan, dan sebaik-baiknya manusia yang menegakkan hukum Allah di atas bumi.
Bahkan jika salah seorang diantara mereka mendengar ayat-ayat Al-Qur’an, jiwa mereka berkobar dan menyala oleh semangat hidayah dan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah diterangkan Ketika Rasulullah saw sedang hijrah beliau berpapasan dengan Abdullah bin Mas’ud ra sebelum memeluk islam. Dia masih kanak-kanak dan sedang mengembalakan kambing. Rasulullah saw meminta-nya sedikit air susu tetapi Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa domba-dombanya sedang tidak mengeluar-kan air susu. Namun demikian seekor domba mendekat Rasulullah saw, lalu beliau mengusap putting domba itu dan mem-baca Basmallah, memohon berkah, dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud berkata,” Ajari aku sesuatu tentang ini!” lalu beliau bersabda “Sungguh engkau adalah anak yang terpelajar.”
Ibnu Mas’ud masuk Islam, dengan demikian Islam telah menambah dirinya cahaya, kecerdasan, dan semangat. Tiada pernah sejarah mencatat agama seperti Islam. Ketika mendengar surat ar-Rahman, ia menghafalkan-nya pada kesempatan pertama. Lalu Ibnu Mas’ud berjalam menuju masjidil Haram, mendatangi patung-patung kesesatan, dan para pembesar jahiliyah seperti halnya Abu Jahal dan Abu Lahab menghalang-halanginya. Ketika Ibnu Mas’ud berdiri dan membacakan kepada mereka surat ar-Rahman mereka bersama-sama memukuli wajah mulia Ibnu Mas’ud, tetapi beliau tidak menghentikan bacaannya. Setelah selesai membaca seluruh surat, Ibnu Mas’ud jatuh pingsan.
Ibnu Mas’ud adalah orang yang kecil perawakannya, tetapi agama ini dan Al-Qur’an telah mendatangkan begitu banyak keajaiban pada dirinya. Para penulis sejarah menyebutkan bahwa jika Ibnu Mas’ud berdiri, maka sama dengan orang orang yang sedang duduk. Tetapi hanya Allah swt yang mengetahui kebahagiaan yang dirasakan dalam hatinya.
Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dikemukakan suatu ketika ada orang-orang yang saling menertawakan ukuran betisnya yang amat kecil dan ba- dannya yang kelewat kurus. Maka Rasulullah saw berkata,” apakah kalian menertawakan kecilnya betis Ibnu Mas’ud? Demi Allah (yang jiwaku berada di tangan-Nya), sesungguhnya keduanya dalam mizan pada hari kiamat lebih berat dari gunung uhud.”
Inilah sesungguhnya makna keagungan; keagungan sebuah hati. Inilah arti kekuatan yang bersumber dari jiwa. Orang-orang yang sengsara berguguran, meskipun badan mereka besar.

Wahai yang menginginkan naungan di hari yang panas oleh matahari di hari kiamat, disaat terjadinya malapetaka di hari yang menakutkan! Bernaunglah di bawah ayat-ayat Allah swt.

Hati yang sama sekali tidak sadar akan al-Qur’an adalah hati yang sia-sia, hati yang terlaknat, hati yang terkalahkan, dan hati yang dimurkai.

Ibnu Taimiyah berkata, “Setiap hati yang tidak disinari cahaya al-Qur’an adalah hati yang terlaknat dan setiap jiwa yang tidak pernah terbit darinya cahaya agama ini adalah jiwa yang trerlaknat”. Rasulullah saw bersabda,” Sesungguhnya manusia yang dalam hatinya tidak ada sedikitpun al-Qur’an adalah laksana rumah yang hancur”(HR.Ahmad, Tirmidzi dan ad-Darimi)

Salah seorang pemuka umat islam yang mempunyai ilmu yang mendalam tentang al-Qur’an dan hidup bersama al-Qur’an adalah Ubbayy bin Ka’ab ra.
Allah menurunkan surat al-Bayyinah ayat 1. yang artinya : orang-orang kafir yakni Ahlul kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata; untuk Ubayy bin Ka’ab. Bahkan Rasulullah saw datang langsung kerumah Ubayy bin Ka’ab dan membacakan ayat tersebut.
Suatu ketika, Rasulullah saw menjadi imam dalam shalat. Beliau melewati sebuah ayat dari surat yang dibacanya karena lupa. Ketika salam, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, engkau melewati sebuah ayat, apakah telah di-nasakh atau engkau lupa?”
“apakah di antara kaum di sini ada ubayy bin Ka’ab?” Rasulullah bertanya.
Mereka menjawab, “Benar, ada ya Rasulullah.”
Rasulullah bertanya,” Wahai Abu Mundzir, apakah aku melupakan satu ayat?” Ubayy menjawab, Ya, benar.”
Rasul bertanya,”Apa yang menghalangimu? Mengapa engkau tidak menegur?” (HR. Ahmad)
Dalam kasus ini Rasulullah saw memberi contoh untuk menyampaikan permasalahan kepada ahlinya.

Para sahabat Rasulullah saw saat itu tidak merasa ada sesuatu yang membuat mereka sibuk sehingga melalaikan al-Qur’an. Tetapi zaman ini, kebanyakan manusia merasa uzur oleh alasan anak, Keluarga, bisnis, atau jabatan, sehingga tidak ada lagi waktu untuk membaca dan merenungkan al-Qur’an. Jika demikian halnya, mereka digolongkan tidak “hidup.”

Utsman ra adalah seorang khalifah. Meskipun sebagai khalifah, pemimpin umat, dan segala urusan umat berada di kedua tangannya, tetapi Utsman tidak merasa di sibukkan oleh urusannya sehingga malalaikan al-Qur’an.
Maka wajib bagi muslim agar tidak terhalangi oleh kesibukan dan gangguan sehingga mengesampingkan al-Qur’an. Wajib baginya untuk hidup dengan sungguh-sungguh sebagai muslim jika ia mengharap kehidupan yang sejati dan kebahagiaan dunia dan akherat.
Kita adalah umat yang kekal, tetapi kita tidak akan kekal selain dengan kitab yang agung. Kita tidak akan kekal selain dengan syariat Nabi kita saw. Jika kita mengabaikan dan meninggalkannya, niscaya kita akan musnah. Demi Allah! Lalu kita akan menjadi kurban isme-isme yang destruktif dan kita akan dikuasai umat lain.
Atas alasan demikian ini, orientalis Hongaria Goldziher mengatakan, “ Orang-orang Arab itu tidak akan mungkin ditaklukkan selama masih ada tiga hal yang dimiliki mereka –yang dimaksud mereka disini adalah umat Islam– sebab tiada ke-Araban jika terpisah dari Islam dan tiada ke-Islaman selain dia yang berserah diri pada Allah. Tiga hal ini adalah sholat jum’at, kitab yang agung yakni kitabullah, dan dua Masjid Haram yang mulia, yakni kiblat Ka’bah dan Masjid Nabawi.”
Jika tiga hal itu masih ada pada kita, insya Allah, kita akan kekal.

Sesungguhnya al-Qur’an ini merupakan garis-garis besar haluan umat yang abadi. Wahai anak cucu orang yang membawa petunjuk kepada umat manusia, wahai anak cucu manusia yang mengajarkan” La ilaha illallah”, yang membawa panji ” La ilaha illallah” itu seraya mengagungkan dan membesarkan nama Allah di barat dan di timur! Sesungguhnya umat ini adalah umat pemuka, yang memberikan kepada manusia dari al-Qur’an, tetapi tidak mengambil sesuatupun dari mereka. Umat ini mengarahkan pada manusia pada kebenaran, tetapi mereka tidak!

Kita telah mendapat bukti sejarah bahwa selama kita berpegang teguh pada al-Qur’an, selama itu pula kita akan meraih kemenangan; sebaliknya selama kita meninggalkan al-Qur’an, kita akan terhina!
Pada abad ke-8 H, pengamalan al-Qur’an pernah di abaikan. Maka datanglah kelompok ar-Rafidhah membonceng kekuat-an Tartar dari Mongol dipimpin Jengis Khan. Dalam tempo delapan hari, 800.000 orang tewas terbunuh, Masjid-Masjid luluh lantah, mushaf-mushaf al-Qur’an di bakar, dan tentara Tartar membasmi anak-anak dan wanita kita! Kembalilah wahai generasi muda dan tetua umat kepada al-Qur’an, kembalilah kaum lelaki dan wanita umat ini kepada al-Qur’an! Hidupkan rumah kalian dengan al-Qur’an, bangkitkan kalbu kalian dengan al-Qur’an, dan ramaikan hati ini dengan kitab Allah! Semoga Allah swt menguatkan jiwa kita dengan ayat-ayat-Nya, mengembalikan kita kepada al-Qur’an dengan cara kembali yang baik, dan memberi petunjuk kita kejalan yang lurus.

Para ulama memberikan pen-jelasan bahwa mengabaikan al-Qur’an itu terdiri dari lima tingkatan : mengabaikan bacaan al-Qur’an, mengabaikan penghayatan al-Qur’an (tadabur), meng-abaikan pengalaman al-Qur’an, mengabaikan pencarian kesembuhan dari al-Qur’an, mengabaikan al-Qur’an sebagai sumber hukum bagi kehidupan manusia.

Pertama, mengabaikan bacaan al-Qur’an. Yakni ketika seorang enggan membaca al-Qur’an, tidak ada satu hizib-pun yang dibacanya dalam sehari, tidak menengoknya, tidak memerhatikan baris-baris tulisan al-Qur’an, dan tidak hidup bersama ayat-ayatnya. Dia adalah hamba yang tersesat, yang tunduk pada hawa nafsu, yang merasa tidak membutuhkan al-Qur’an. Bahkan diantara mereka tidak pernah menyentuh al-Qur’an selain bulan Ramadlan!

Kedua, mengabaikan peng-hayatan al-Qur’an. Yakni orang yang membaca al-Qur’an tetapi lalai, terlena, dan dipermainkan oleh pikirannya. Dia menyuarakan dengan lisannya tetapi hatinya di pasar, di sawah, di kantor, atau di sekolah. Pikiran melayang melihat manusia, mata melihat, mulut berbicara tetapi tidak mengerti atau pun tak berusaha mengerti. Dia termasuk orang yang mengabaikan penghayatan al-Qur’an. Ia hanya men-dapatkan pahala tilawah.

Ketiga, mengabaikan al-Qur’an, baik dari segi tilawah, tadabur, maupun pengalaman al-Qur’an. Manusia-manusia sepeti itu sungguh telah ditutup rapat hatinya dan mengikuti hawa nafsunya. Rasulullah saw menjadi saksi atas mereka. Jika mereka membaca al-Qur’an, ia akan menjadi hujah yang memberatkan mereka, bukan hujjah yang membela mereka. Sebab mereka tidak mengamalkan al-Qur’an, tidak shalat bersama yang lain di masjid, tidak pernah bersuci, tidak beretika seperti adab yang diajarkan al-Qur’an. Bahkan mereka menghina dan merendahkan orang-orang saleh. Golongan ini mirip orang munafik bahkan mereka adalah orang munafik.

Keempat, mengabaikan upaya mencari kesembuhan dari al-Qur’an. Sekelompok orang mengatakan bahwa merupakan lelucon jika al-Qur’an itu dibacakan kepada orang yang sedang sakit atau orang yang pingsan. Bagaimana mereka bisa sembuh dengan al-Qur’an, bagaimana mungkin al-Qur’an dijadikan obat? Perkataan mereka itu telah berlawanan dengan dalil akal maupun naql ( dalil dari kitab dan sunnah).
Dari sisi naql banyak sekali nash yang menunjukkan bahwa al-Qur’an dapat dijadikan sebagai sumber kesembuhan dan pengobatan. Berdasarkan pertimbangan akal, hal itu tidak bertentangan dengan hukum sebab akibat, yang diantaranya adalah bahwa terapi kesembuhan dengan cara menyegarkan jiwa dan membuatnya bahagia. Dalam hal ini al-Qur’an telah berbuat banyak dalam memberi kesegaran dan kebahagiaan jiwa. Oleh sebab itu rasulullah saw mencari kesembuhan dari al-Qur’an dan dengan membaca al-Qur’an. Ketika mendapat serangan sihir dari seorang yahudi, beliau membaca al-Mu’awwidzatain (surat an-Naas dan al-Falaq) dan Allah menyembuhkannya. Jika hendak tidur, Rasulullah saw mengusap badannya dan membaca do’a-do’a perlindungan.

Kelima, mengabaikan al-Qur’an dan menjadikan al-Qur’an hanya untuk dibaca-kan dalam pertemuan-pertemuan, dalam pesta, atau diatas kuburan. Namun jika al-Qur’an harus diterapkan dalam kehidupan nyata –seperti pada persoalan ekonomi, politik, pemerintahan, atau dalam bidang seni budaya– mereka berpaling dan meninggalkan al-Qur’an. Mereka mengatakan bahwa agenda-agenda kehidupan itu merupakan persoalan tersendiri dan terpisah dari al-Qur’an.
Mereka tidak memahami bahwa fungsi al-Qur’an itu adalah sebagai petunjuk umat manusia, sebagai sumber hukum bagi umat manusia; yang meliputi aspek ekonomi, militer, hubungan manusia dengan sesama, dan segala yang bertalian dengan aktifvitas kehidupan. Sebab al-Qur’an merupakan pedoman hidup, pembimbing menuju akhirat, dan pengarah bagi jiwa.
Tidak dibenarkan jika ada alasan yang merintangi kalian dari kitab Allah.
Hidupkanlah al-Qur’an dalam rumah kalian, dalam hubungan keluarga, di sekolah, dalam kendaraan dan dimanapun anda; agar dengan demikian Allah mengekalkan kedamaian dan keselamatan,
agar Allah tidak murka kepada kita sehingga Dia akan mengguncangkan hidup kita sebagai-mana Dia mengguncangkan umat lain. Dan membinasakan kita seperti umat yang telah dibinasakan oleh-Nya. Sungguh adzab Allah swt tidak akan dapat ditolak oleh orang-orang yang berbuat kejahatan.
Dan ketahuilah bahwa diantara hal-hal yang bertentangan dengan al-Qur’an adalah nyanyian-nyanyian yang memabuk-kan, yang telah menjadikan generasi kita pemalas, kehilangan jati diri, dan tersesat jalan.

Jika seseorang dari mereka menjadi dewasa dan menginjak usia 15 tahun,
maka ia menjadi terbiasa larut dalam nyanyian sehari semalam, lalai akan tugas dan masa depan dirinya, dan lebih-lebih lagi lalai pada kematian yang akan memulangkannya kepada Allah. Dia tidak menyadiri posisi dirinya dalam hidup, kemudian tak berapa lama orang menyebutnya ”Remaja yang bintangnya sedang melambung”. Tidak! Sejatinya dia tidak sedang naik tetapi malah terpuruk. Sebab sesungguhnya orang yang “di atas” adalah yang menghargai diri sendiri dengan melakukan sujud kepada Allah, yang menghidupkan “la ilaha illallah” dalam jiwanya yang menjadi mulia oleh penghambaan dirinya kepada Allah, dan yang menjaga diri dari perbuatan maksiat.

Pun sebaliknya ada beberapa hal yang membuat kita menjadi ahli al-Qur’an yaitu
Pertama, mnyibukkan diri dengan al-Qur’an. Kita ushakan kehidupan kita tidak lepas dari al-Qur’an dengan cara memberikan waktu luang untuk membacanya. Dalam sebuah hadits qudsi, Nabi saw menyatakan : “Tuhan Azza Wa Jalla berfirman : “barang siapa yang disibukkan al-Qur’an dan mengingat Aku, Aku akan memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik dari apa yang dipinta oleh orang-orang yang meminta (kepada-Ku).
Keutamaan firman allah (al-Qur’an) dibandingkan dengan seluruh perkataan (lain) adalah laksana keutamaan Allah disbanding dengan ciptaan-Nya”(HR. Turmudzi)
Hadits lain menyebutkan, Rasulullah saw bersabda :”Bacalah oleh kalian al-Qur’an ini, dan janganlah kalian tertipu oleh lembaran-lembaran yang tergantung ini. Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa hati yang sadar akan al-Qur’an (HR. al-Darimiy).
Kedua, mentadabburi isinya. Kita berusaha untuk menghyati apa yang kita baca(al-Qur’an). Sehingga kita benar-benar akan menemukan bahwa al-Qur’an itu adalah benar-benar diturunkan dari Allah swt. Karena kalau diturunkan selain dari Allah, niscaya mengandung kontradiksi dan kesalahan. Disamping itu dalam surat Muhammad ayat 24 disebutkan bahwa kita dianjurkan untuk mentadaburri al-Qur’an.
Ketiga, mengamalkan kandungan al-Qur’an. Sungguh al-Qur’an tidak akan memancarkan cahaya jika ia tidak dipublikasikan oleh para “ahlinya”, dan kalau bukan kita umat muslim siapa lagi yang akn mempublikasikan dengan cara mengaplikasikannya dalam kehidupan kita. Selain berusaha untuk mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari kita juga dituntut untuk m al-Qur’an itu kepada orang lain. Dalam hadits riwayat Bukhari dinyatakan “Bahwa sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari dan mengajarkannya kepada orang lain.” Untuk itulah Nabi berwasiat kepada Abu Dzar al-Ghifari: “Hendaklah engkau membaca al-Qur’an, ia adalah cahayamu di dunia dan menjadikanmu disebut-sebut di atas langit” (HR. Abu Ya’la)
Hasan al-Bashri berkata :” carilah kelezatan dalam tiga hal : dalam shalat, dalam melakukan dzikir dan dalam membaca al-Qur’an. Kalian akan merasakannya, jika tidak berarti pintu hati telah tertutup.”
Utsman juga berkata : “ jika hati kalian itu bersih, niscaya ia tidak akan pernah kenyang dari perkataan Tuhan kalian” itulah potret dari ahli al-Qur’an. Karena mereka tahu bahwa itu kitab pilihan, dibawa oleh utusan pilihan (jibril), diturunkan kepada Nabi pilihan untuk dihadiahkan kepada umat pilihan.
Tidakkah kita ingin hati kita selalu disinari oleh cahaya al-Qur’an. Tidakkah kita ingin menjadi “ahli al-Qur’an” seperti mereka? Mudah-mudahan dengan memahami dan mengamalkan fungsi al-Qur’an diatas, kita dapat menjadi “ ahli al-Qur’an” :yaitu orang yang benar-benar meresapi, memahami, dan mengamalkan isi (kandungan) al-Qur’an dalam kehidupan.

Tidak ada komentar: